Jaringan Narkoba Indonesia Terancam Putus, Penegakan Hukum Jadi Kunci
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5003864/original/067410800_1731483667-IMG-20241112-WA0006_1_.jpg)
Tantangan Pemberantasan Narkoba di Indonesia: Persepsi Penegak Hukum yang Berbeda
Mantan Kepala Bagian Humas Badan Narkotika Nasional (BNN), Kombes Pol (Purn) Slamet Pribadi, menyoroti tantangan dalam upaya memutus jaringan narkoba di Indonesia, khususnya terkait dengan penegak hukum.
Slamet menyatakan bahwa masih terdapat perbedaan persepsi di antara operator penegak hukum, seperti polisi, BNN, jaksa, dan hakim, dalam penanganan kasus narkotika. Hal ini disebabkan oleh kepentingan pribadi yang memengaruhi persepsi mereka.
Selain itu, Slamet juga menyoroti kendala dalam membedakan pengguna dan penyalahguna narkotika, termasuk dalam menentukan gramasi untuk menentukan apakah seseorang layak direhabilitasi atau dihukum.
Budaya Hukum dan Sarana Prasarana
Slamet juga menekankan pentingnya budaya hukum dalam pemberantasan narkotika. Menurutnya, banyak pengguna narkotika tidak menyadari bahwa mereka sedang kecanduan.
Selain itu, Slamet mengutip pandangan Prof. Satjipto Rahardjo yang menyebutkan pentingnya sarana dan prasarana dalam mendukung penegakan hukum.
Persepsi yang Belum Sejalan
Slamet mengungkapkan bahwa hingga saat ini, masih sulit menyatukan persepsi antara polisi, BNN, jaksa, dan hakim dalam penanganan kasus narkotika.
Hal ini, menurut Slamet, membuat keinginan untuk mengembangkan pendapat dari Lawrence Friedman dan Prof. Satjipto mengenai penegakan hukum dengan empat hal menjadi terhambat.
Kesimpulan
Pemberantasan narkoba di Indonesia menghadapi tantangan besar, terutama terkait dengan perbedaan persepsi penegak hukum, budaya hukum, dan keterbatasan sarana prasarana. Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan koordinasi yang lebih baik antara operator penegak hukum dan pembenahan budaya hukum di masyarakat.
✦ Tanya AI